ETHIS Artikel
Apa Bedanya Asuransi Syariah Dengan Asuransi Biasa?
Diterbitkan pada 28 Jun 2022
Admin Relations
Di zaman ini, asuransi sudah seperti menjadi kebutuhan setiap orang. Dengan seseorang memiliki asuransi, hidupnya akan lebih terasa aman dari berbagai risiko yang kemungkinan bisa terjadi di masa mendatang.
Apalagi di situasi yang penuh dengan ketidakpastian ini, membuat semakin banyak orang sadar akan pentingnya asuransi. Hal itu terbukti dengan laporan dari Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) yang menunjukkan pertumbuhan asuransi syariah sebanyak 3,29% di masa pandemi (dari triwulan I 2020 – triwulan I 2021), padahal kita semua tahu bahwa pandemi sudah cukup memberi dampak negatif di pasar modal, khususnya saham.
Aset asuransi syariah juga mengalami peningkatan sebesar 7,32%, dimana pada triwulan I 2020 tercatat aset asuransi syariah sebesar Rp 41,12 miliar, dan pada triwulan I 2021, nilai aset sudah mencapai Rp 44,136 miliar.
Hal ini menunjukkan potensi besar asuransi syariah di Indonesia, dan kita sebagai ummat muslim harus mendukung pertumbuhan produk-produk syariah, termasuk asuransi syariah ini.
Masalahnya, dilapangan masyarakat dihadapkan dengan begitu banyak pilihan asuransi dengan berbagai keuntungan, kelebihan, dan promo yang ditawarkan. Secara umum, saat ini ada dua macam asuransi yang beredar di pasaran: Asuransi Syariah (Takaful) dan Asuransi Konvensional
Sejatinya, ada beberapa perbedaan utama dari asuransi syariah dan asuransi konvensional, diantaranya:
Asuransi syariah dan asuransi konvensional menggunakan dua akad yang sama sekali berbeda.
Pada produk-produk asuransi syariah, mereka menggunakan akad takaful (saling menanggung risiko), atas dasar tabarrru’ (suka rela) dan niat tolong menolong. Konsepnya, misalnya ada 20 orang peserta yang membeli produk asuransi yang sama, maka uang mereka akan disimpan dan dikelola oleh perusahaan. Jika ada salah satu dari 20 orang peserta yang terkena musibah, maka ia bisa meminta bantuan dana kepada perusahaan dengan menggunakan ‘dana urunan’ tersebut, atas dasar tolong-menolong.
Berbeda dengan asuransi konvensional, sedari awal mereka menggunakan akad jual-beli, alias bisnis. Nasabah akan membayar premi agar perusahaan mau menanggung risiko yang sebetulnya belum tentu terjadi di masa mendatang.
Pada dasarnya, kedua asuransi digunakan untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan risiko yang bisa terjadi di kemudian hari. Hanya saja, mereka memiliki cara kerja dan prinsip yang sama sekali berbeda.
Pada asuransi syariah, mereka menggunakan prinsip berbagi risiko (risk sharing) dimana jika ada salah satu peserta yang terkena musibah, peserta lain akan membantu dengan dana yang sudah dikumpulkan dan dikelola oleh perusahaan asuransi syariah.
Adapun pada asuransi konvensional, prinsip yang digunakan adalah memindahkan risiko (riks transfer). Cara kerjanya, nasabah akan membayar sesuai perjanjian, dan jika suatu saat ia mengalami risiko tertentu, maka risiko tersebut akan ditanggung oleh perusahaan, seusai dengan perjanjian yang berlaku.
Dana yang terkumpul di perusahaan asuransi tentu akan di kelola sedemikian rupa oleh perusahaan agar bisa menghasilkan keuntungan, yang mana keuntungan tersebut juga bisa digunakan untuk menutupi biaya risiko yang akan mereka tanggung.
Hanya saja, pengelolaan dana diantara dua perusahaan tersebut berbeda.
Pada asuransi syariah, dana yang terkumpul harus dikelola sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah, dan semua itu dibawah pengawasan Dewan Pengawas Syariah (DSN). Dana yang terkumpul juga bukan milik perusahaan, melainkan masih milik peserta, dan perusahaan hanya berperan sebagai pengelola yang berhak mendapatkan intensif (ujroh).
Pada asuransi konvensional, dana yang dibayarkan sudah menjadi milik perusahaan asuransi, dan akan mereka kelola sesuai dengan perjanjian, demi mendapatkan keuntungan maksimal, baik untuk perusahaan maupun nasabah.
Itulah beberapa perbedaan utama asuransi syariah dengan asuransi konvensional. Semoga dengan ini kita tidak kebingungan lagi apa perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional.
Tentunya, kita sebagai ummat islam memilih produk-produk syariah dong? Mari bersama-sama majukan ekonomi syariah di Indonesia!
PT. ETHIS FINTEK INDONESIA
Rukan Puri Mansion blok B no. 7 Jalan Outer Ring West Kembangan, RT.2/RW.1, Kembangan Sel., Kec. Kembangan, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11610
Dukungan Pelanggan: support@ethis.co.id
Waktu Pelayanan: 09.00 - 18.00 WIB
Perhatian:
1. Layanan Pendanaan Syariah Berbasis Teknologi Informasi (P2P Financing) merupakan kesepakatan perdata antara pemberi pendanaan dengan penerima pendanaan, sehingga segala resiko akan ditanggung oleh masing-masing pihak.
2. Risiko gagal bayar akan ditanggung oleh pemberi pendanaan, diluar fraud atau mismanagement. Penerima pendanaan akan bertanggung jawab apabila terjadi fraud atau mismanagement sebagaimana ketentuan bagi resiko (Risk Sharing) secara syariah. Tidak ada lembaga atau otoritas negara yang bertanggung jawab atas risiko pendanaan atau gagal bayar ini atau mengkompensasi pihak manapun atas kerugian, kerusakan, biaya atau konsekuensi yang timbul dari sehubungan dengan hal tersebut.
3. Penyelenggara dengan persetujuan dari masing-masing pengguna (pemberi pendanaan dan/atau penerima pendanaan) mengakses, memperoleh, menyimpan, mengelola dan/atau menggunakan data pribadi pengguna (“Pemanfaatan Data”) pada atau di dalam benda, perangkat elektronik (termasuk smartphone atau telepon seluler), perangkat keras (hardware) maupun lunak (software), dokumen elektronik, aplikasi atau sistem elektronik milik Pengguna atau yang dikuasai Pengguna, dengan memberitahukan tujuan, batasan dan mekanisme Pemanfaatan Data tersebut kepada Pengguna yang bersangkutan sebelum memperoleh persetujuan yang dimaksud.
4. Pemberi pendanaan yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman terhadap layanan pendanaan ini, disarankan agar tidak menggunakan layanan pendanaan ini.
5. Penerima pendanaan wajib mempertimbangkan tingkat bagi hasil / margin / ujroh serta biaya – biaya lainnya sesuai dengan kemampuan dalam melunasi pendanaan.
6. Setiap kecurangan yang terjadi akan tercatat secara elektronik di dunia maya dan dapat diketahui oleh masyarakat luas melalui media sosial.
7. Pengguna harus membaca dan memahami informasi ini sebelum membuat keputusan menjadi pemberi pendanaan atau penerima pendanaan.
8. Pemerintah yaitu dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tidak bertanggung jawab atas setiap pelanggaran atau ketidakpatuhan oleh pengguna, baik pemberi modal maupun penerima modal (baik karena kesengajaan atau kelalaian Pengguna) terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan maupun kesepakatan atau perikatan antara penyelenggara dengan pemberi modal dan/ atau penerima modal.
9. Setiap transaksi dan kegiatan pemberian modal, pendanaan, pinjam meminjam atau pelaksanaan kesepakatan mengenai pendanaan antara atau yang melibatkan Penyelenggara, Pemberi Modal, Mitra Lapangan dan/atau Penerima Modal wajib dilakukan melalui escrow account dan virtual account sebagaimana yang diwajibkan berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/ POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi.