ETHIS Artikel
Mengenal Bank Digital Dan Potensinya Di Indonesia
Diterbitkan pada 11 Agu 2022
Admin Relations
Perkembangan teknologi di zaman ini terbilang sangat cepat. Hal itu berdampak pada dunia digital yang semakin meluas, serta mempengaruhi berbagai sektor industri, termasuk sektor keuangan dan perbankan.
Di Indonesia sendiri, penggunaan teknologi pada jasa-jasa keuangan dan perbankan bukanlah hal yang baru lagi. Beberapa tahun belakangan sudah banyak masyarakat yang menggunakan layanan internet banking, mobile banking, dompet digital, dan berbagai teknologi keuangan lainnya.
Saat ini, kita mungkin sering mendengar yang namanya: bank digital. Apalagi dengan terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12 tahun 2021 tentang bank umum dan POJK Nomor 13 tahun 2021 tentang penyelenggaraan produk bank umum, membuat industri perbankan, termasuk bank digital menjadi lebih mudah beradaptasi dengan teknologi informasi saat ini.
Oleh karena itu, kita akan sama-sama membicarakan bank digital itu sendiri, khususnya di Indonesia.
Mudahnya, bank digital adalah bank yang menyediakan berbagai layanan perbankan secara online, atau melalui platform digital lainnya.
Bank digital juga sudah menjadi Bank Berbadan Hukum Indonesia (BHI) yang menyediakan dan menjalankan kegiatan utamanya melalui saluran elektronik, tanpa harus memiliki kantor fisik selain kantor pusat operasional mereka.
Sejatinya, bank digital juga bisa lahir dari transformasi bank konvensional yang sudah berdiri sebelumnya.
Lalu mengapa harus ada bank digital di saat ada bank-bank konvensional yang skalanya sudah besar?
Itu karena bank digital menawarkan berbagai kemudahan dan kelebihan yang mungkin tidak ditawarkan oleh bank-bank konvensional saat ini. Lalu apa saja kelebihan bank digital?
Seperti biasa, dunia digital seringkali berhasil memanjakan para penggunanya. Dalam konteks ini, bank digital menawarkan kemudahan bagi para penggunanya, dari proses pendaftaran sampai proses penggunaan. Nasabah bisa membuka rekening, transfer uang, atau bahkan melakukan investasi tanpa harus ke kantor cabang, mengambil antrian, dan berbagai hal ‘melelahkan’.
Dengan menggunakan bank digital, nasabah bisa mengakses berbagai layanan perbankan melalui gadget mereka.
Dengan begitu mereka bisa lebih menghemat waktu dan tenaga dibanding harus pergi ke kantor cabang terdekat.
Karena bank digital menggunakan sistem online yang tidak membutuhkan biaya sebesar bank konvensional, biasanya biaya operasional bank digital menjadi lebih sedikit.
Hal itu juga berdampak pada pemangkasan biaya administrasi yang biasanya dibebankan kepada nasabah, jadi nasabah tidak perlu membayar biaya admin mahal.
Saat ini, kebanyak bank digital masih berusaha menjangkau pasar yang lebih luas, yang membuat mereka sering menawarkan berbagai promo menarik yang bisa kita manfaatkan.
Walaupun namanya mirip, bank digital dan digital banking memiliki perbedaan yang cukup jelas lho!
Keduanya memang sama-sama menggunakan internet, gadget, dan informasi teknologi dalam pengoprasiannya, hanya saja keduanya memiliki perbedaan mendasar yang cukup jelas.
Bank digital adalah sistem/produk perbankan yang dibuat untuk menerbitkan berbagai layanan perbankan dalam aplikasi. Dengan begitu, bank digital hanya membutuhkan satu kantor untuk menjalankan sistem ini secara online.
Sedangkan digital banking adalah layanan perbankan yang diterbitkan oleh bank konvensional, supaya nasabah bisa mengakses layanan mereka melalui online, seperti mobile banking dan internet banking.
Kita bisa melihat sendiri bahwa saat ini bank digital sedang berkembang cukup pesat. Hal itu dapat dimaklumi mengingat bahwa potensi bank digital memang cukup besar.
Dilansir dari detik.com, layanan bank digital dipercaya dapat menjangkau masyarakat secara meluas, lebih dari apa yang sudah dilakukan bank konvensional. Ditambah lagi, pandemi beberapa waktu lalu juga membuat banyak orang semakin terbiasa dengan berbagai transaksi digital.
Belum lagi jika kita melihat data pengguna internet yang terus bertambah, pertumbuhan fintech indonesia yang cukup signifikan, menjamurnya Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang membutuhkan pendanaan, yang semua itu membuat potensi pendapatan bank digital menjadi sangat menjanjikan.
Dengan segala kemudahan yang ditawarkan serta potensinya, apa kamu sudah mempertimbangkan untuk memanfaatkan layanan bank digital?
Penulis: Ghifary
PT. ETHIS FINTEK INDONESIA
Rukan Puri Mansion blok B no. 7 Jalan Outer Ring West Kembangan, RT.2/RW.1, Kembangan Sel., Kec. Kembangan, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11610
Dukungan Pelanggan: support@ethis.co.id
Waktu Pelayanan: 09.00 - 18.00 WIB
Perhatian:
1. Layanan Pendanaan Syariah Berbasis Teknologi Informasi (P2P Financing) merupakan kesepakatan perdata antara pemberi pendanaan dengan penerima pendanaan, sehingga segala resiko akan ditanggung oleh masing-masing pihak.
2. Risiko gagal bayar akan ditanggung oleh pemberi pendanaan, diluar fraud atau mismanagement. Penerima pendanaan akan bertanggung jawab apabila terjadi fraud atau mismanagement sebagaimana ketentuan bagi resiko (Risk Sharing) secara syariah. Tidak ada lembaga atau otoritas negara yang bertanggung jawab atas risiko pendanaan atau gagal bayar ini atau mengkompensasi pihak manapun atas kerugian, kerusakan, biaya atau konsekuensi yang timbul dari sehubungan dengan hal tersebut.
3. Penyelenggara dengan persetujuan dari masing-masing pengguna (pemberi pendanaan dan/atau penerima pendanaan) mengakses, memperoleh, menyimpan, mengelola dan/atau menggunakan data pribadi pengguna (“Pemanfaatan Data”) pada atau di dalam benda, perangkat elektronik (termasuk smartphone atau telepon seluler), perangkat keras (hardware) maupun lunak (software), dokumen elektronik, aplikasi atau sistem elektronik milik Pengguna atau yang dikuasai Pengguna, dengan memberitahukan tujuan, batasan dan mekanisme Pemanfaatan Data tersebut kepada Pengguna yang bersangkutan sebelum memperoleh persetujuan yang dimaksud.
4. Pemberi pendanaan yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman terhadap layanan pendanaan ini, disarankan agar tidak menggunakan layanan pendanaan ini.
5. Penerima pendanaan wajib mempertimbangkan tingkat bagi hasil / margin / ujroh serta biaya – biaya lainnya sesuai dengan kemampuan dalam melunasi pendanaan.
6. Setiap kecurangan yang terjadi akan tercatat secara elektronik di dunia maya dan dapat diketahui oleh masyarakat luas melalui media sosial.
7. Pengguna harus membaca dan memahami informasi ini sebelum membuat keputusan menjadi pemberi pendanaan atau penerima pendanaan.
8. Pemerintah yaitu dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tidak bertanggung jawab atas setiap pelanggaran atau ketidakpatuhan oleh pengguna, baik pemberi modal maupun penerima modal (baik karena kesengajaan atau kelalaian Pengguna) terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan maupun kesepakatan atau perikatan antara penyelenggara dengan pemberi modal dan/ atau penerima modal.
9. Setiap transaksi dan kegiatan pemberian modal, pendanaan, pinjam meminjam atau pelaksanaan kesepakatan mengenai pendanaan antara atau yang melibatkan Penyelenggara, Pemberi Modal, Mitra Lapangan dan/atau Penerima Modal wajib dilakukan melalui escrow account dan virtual account sebagaimana yang diwajibkan berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/ POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi.