ETHIS Artikel
Akad-akad Yang Digunakan Dalam Praktek Fintech P2P Syariah
Diterbitkan pada 4 Des 2023
Admin Relations
Pesatnya pertumbuhan Fintech Peer-to-Peer syariah atau Fintech P2P syariah tidak terlepas dari berbagai keunggulannya. Produk ini sesuai untuk sebagian besar masyarakat Indonesia yang merupakan Muslim karena mempunyai kepastian hukum dalam syariah atau agama Islam.
Meski banyak platform investasi mengklaim bahwa produknya berbasis syariah, kamu sebagai investor muslim perlu memperhatikan unsur transaksi atau akadnya mengandung praktik yang bertentangan dengan agama atau tidak.
Untungnya, fintech P2P syariah tidak bertentangan dengan aturan agama dan bisa menjadi pilihan tepat bagi Muslim karena terhindar dari Riba, Gharar (ketidakjelasan), Maysir (judi), Tadlis (penipuan) dan Dharar (bahaya). Dengan adanya kejelasan bahwa produk investasi P2P syariah, kaum muslim yang memilih produk keuangan syariah bisa menggunakan fasilitas tersebut secara tenang tanpa takut adanya praktek yang diharamkan oleh agama.
Ketentuan Islam yang mengatur transaksi antara beberapa pihak cukup banyak. Begitu juga akad yang diterapkan dalam P2P syariah, ada beberapa alternatif yang bisa digunakan, diantaranya adalah:
Merupakan akad jual beli yang digunakan untuk perpindahan atau pertukaran kepemilikan barang dan harga yang pembeliannya menggunakan uang dari P2P syariah. Dengan bentuk akad jual beli yang jelas ini, kamu sebagai investor muslim bisa berinvestasi dengan tenang dan nyaman.
Merupakan akad yang digunakan untuk pemindahan hak guna atas barang atau jasa dengan waktu tertentu menggunakan upah, bisa diibaratkan dalam akad ini terjadi sewa menyewa dengan harga dan waktu yang telah ditentukan. Tentunya kamu sudah paham dengan bentuk transaksi sewa, bukan? Jadi sudah jelas ya, jika platform P2P syariah yang kamu pilih menggunakan akad ijarah, investasimu aman sesuai ketentuan syariah.
Merupakan bentuk perjanjian usaha di antara Shahibul Maal (Pemilik Modal) dengan dan Mudharib (Penyedia Dana), dimana pihak pemilik modal menyediakan seluruh dana yang diperlukan dan pihak pengelola melakukan pengelolaan atas usaha.
Merupakan kerjasama dan kesepakatan dua pihak atau lebih untuk menggabungkan modal untuk melakukan suatu usaha kemudian membagi keuntungan sesuai nisbah yang disepakati.
Merupakan pelimpahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak pertama kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang diwakilkan dengan imbalan upah yang besarnya sudah ditentukan.
Merupakan akad peminjaman harta kepada orang lain dengan kesepakatan pengembalian sesuai waktu dan cara yang disepakati sebelumnya.
Setelah mengenal jenis-jenis akad melalui uraian pembahasan sebelumnya, kamu pasti akan coba googling untuk menemukan platform fintech P2P Lending syariah agar investasimu bernilai ibadah. Hingga saat ini, ada 7 (tujuh) Fintech P2P Syariah yang resmi berizin dan diawasi oleh OJK dan DSN-MUI.
Beberapa Platform fintech ini akad dalam produk yang ditawarkan sudah sesuai dengan ketentuan syariah seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Akad-akad yang digunakan di Fintech Peer-to-Peer syariah ini memberi alternatif yang bisa menjadi pilihan antara pemberi dan pemilik modal. Transaksi keuangan tersebut tidak melanggar ketentuan agama sehingga penerima fasilitas keuangan dari Fintech P2P syariah tidak perlu risau dalam mengembangkan usahanya sambil menjalankannya dengan nilai-nilai syariah.
PT. ETHIS FINTEK INDONESIA
Rukan Puri Mansion blok B no. 7 Jalan Outer Ring West Kembangan, RT.2/RW.1, Kembangan Sel., Kec. Kembangan, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11610
Dukungan Pelanggan: support@ethis.co.id
Waktu Pelayanan: 09.00 - 18.00 WIB
Perhatian:
1. Layanan Pendanaan Syariah Berbasis Teknologi Informasi (P2P Financing) merupakan kesepakatan perdata antara pemberi pendanaan dengan penerima pendanaan, sehingga segala resiko akan ditanggung oleh masing-masing pihak.
2. Risiko gagal bayar akan ditanggung oleh pemberi pendanaan, diluar fraud atau mismanagement. Penerima pendanaan akan bertanggung jawab apabila terjadi fraud atau mismanagement sebagaimana ketentuan bagi resiko (Risk Sharing) secara syariah. Tidak ada lembaga atau otoritas negara yang bertanggung jawab atas risiko pendanaan atau gagal bayar ini atau mengkompensasi pihak manapun atas kerugian, kerusakan, biaya atau konsekuensi yang timbul dari sehubungan dengan hal tersebut.
3. Penyelenggara dengan persetujuan dari masing-masing pengguna (pemberi pendanaan dan/atau penerima pendanaan) mengakses, memperoleh, menyimpan, mengelola dan/atau menggunakan data pribadi pengguna (“Pemanfaatan Data”) pada atau di dalam benda, perangkat elektronik (termasuk smartphone atau telepon seluler), perangkat keras (hardware) maupun lunak (software), dokumen elektronik, aplikasi atau sistem elektronik milik Pengguna atau yang dikuasai Pengguna, dengan memberitahukan tujuan, batasan dan mekanisme Pemanfaatan Data tersebut kepada Pengguna yang bersangkutan sebelum memperoleh persetujuan yang dimaksud.
4. Pemberi pendanaan yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman terhadap layanan pendanaan ini, disarankan agar tidak menggunakan layanan pendanaan ini.
5. Penerima pendanaan wajib mempertimbangkan tingkat bagi hasil / margin / ujroh serta biaya – biaya lainnya sesuai dengan kemampuan dalam melunasi pendanaan.
6. Setiap kecurangan yang terjadi akan tercatat secara elektronik di dunia maya dan dapat diketahui oleh masyarakat luas melalui media sosial.
7. Pengguna harus membaca dan memahami informasi ini sebelum membuat keputusan menjadi pemberi pendanaan atau penerima pendanaan.
8. Pemerintah yaitu dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tidak bertanggung jawab atas setiap pelanggaran atau ketidakpatuhan oleh pengguna, baik pemberi modal maupun penerima modal (baik karena kesengajaan atau kelalaian Pengguna) terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan maupun kesepakatan atau perikatan antara penyelenggara dengan pemberi modal dan/ atau penerima modal.
9. Setiap transaksi dan kegiatan pemberian modal, pendanaan, pinjam meminjam atau pelaksanaan kesepakatan mengenai pendanaan antara atau yang melibatkan Penyelenggara, Pemberi Modal, Mitra Lapangan dan/atau Penerima Modal wajib dilakukan melalui escrow account dan virtual account sebagaimana yang diwajibkan berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/ POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi.