ETHIS Artikel
Aspek Keamanan P2P Syariah sebagai Instrumen Investasi
Diterbitkan pada 29 Des 2023
Admin Relations
Saat ini, berinvestasi bukan lagi hal yang asing terlebih ada banyak instrumen investasi yang dapat kamu gunakan sebagai penunjang finansial di masa depan. Misalnya saja reksadana, saham, kripto, hingga peer to peer (P2P) lending syariah bisa kamu pilih sebagai salah satu pilihan untuk melakukan investasi.
Kebanyakan investor mungkin akan memilih reksadana, saham, atau kripto karena mungkin lebih sering didengar setiap kali topik investasi dibahas. Hal ini bisa dibilang wajar karena banyak platform investasi yang gencar mempromosikan instrumen investasi tersebut kepada masyarakat.
Jadi ketika ada platform atau orang yang membahas instrumen investasi peer-to-peer (P2P) lending akan terdengar asing di telingamu. Kalau instrumen investasinya saja baru pertama kali kamu dengar, pasti kamu akan bertanya-tanya apakah P2P lending itu aman untuk investasi?
Untuk menjawab pertanyaan itu, kami membuat artikel ini untuk pembaca website kami. Semoga dengan adanya konten ini, kamu jadi yakin kalau instrumen investasi P2P lending itu aman. Yuk simak ulasannya.
Pertama, kami ingin mengenalkanmu dengan apa itu P2P lending syariah, membahas legalitas, dan keamanannya supaya kamu tambah yakin untuk memilih instrumen investasi ini. Yuk simak!
Sebagian P2P lending syariah merupakan instrument investasi yang mendukung pertumbuhan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang berpedoman pada prinsip-prinsip syariat islam. Selain itu, bagi kamu yang tertarik untuk menggunakan instrumen P2P Lending maka akan mendapatkan manfaat berupa profit dari keuntungan usaha tersebut.
Salah satu hal yang perlu diperhatikan sebelum memulai investasi pada P2P Lending Syariah yaitu kamu harus mengetahui aspek keamananannya. Untuk menjamin keamanan P2P Lending Syariah sebagai instrument investasi, maka harus ada regulasi yang mengatur secara hukum.
Secara hukum, Fintech Pendanaan mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 10 Tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi. Aturan tersebut mengatur tentang setiap jenis fintech secara umum baik itu fintech pendanaan syariah maupun fintech pendanaan konvensional.
Adapun bagi Fintech P2P Syariah mengacu pada aturan yang dibuat oleh Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Majelis Ulama Indonesia dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor 117/DSN-MUI/II/2018, mengenai Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.
Oleh karena terdapat peraturan perundangan-undangan yang mengatur Fintech syariah, kamu jadi tidak perlu khawatir karena investasi syariah berpedoman terhadap syariat-syariat islam dimana setiap investasi yang dilakukan harus terhindar dari unsur-unsur yang meragukan dalam transaksi keuangan termasuk hal-hal yang diharamkan dalam syariah islam.
Dalam P2P Lending Syariah harus dilakukan berdasarkan akad yang meliputi akad Musyarakah atau Mudharabah yaitu pembagian untung dan rugi, serta akad wakalah yaitu pelimpahan kekuasaan antara pihak investor dengan platform investasi.
P2P Lending menawarkan keuntungan berupa laba yang diperoleh dari pengerjaan proyek produktif. Namun, penting untuk memahami risiko-risiko yang kemungkinan terjadi karena terkait dengan kinerja UMKM yang dapat berfluktuasi. Meskipun demikian, P2P Lending Syariah telah berizin secara resmi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sehingga keamanannya pun dapat terjamin dan terpercaya oleh nasabah.
Artikel Terkait
PT. ETHIS FINTEK INDONESIA
Rukan Puri Mansion blok B no. 7 Jalan Outer Ring West Kembangan, RT.2/RW.1, Kembangan Sel., Kec. Kembangan, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11610
Dukungan Pelanggan: support@ethis.co.id
Waktu Pelayanan: 09.00 - 18.00 WIB
Perhatian:
1. Layanan Pendanaan Syariah Berbasis Teknologi Informasi (P2P Financing) merupakan kesepakatan perdata antara pemberi pendanaan dengan penerima pendanaan, sehingga segala resiko akan ditanggung oleh masing-masing pihak.
2. Risiko gagal bayar akan ditanggung oleh pemberi pendanaan, diluar fraud atau mismanagement. Penerima pendanaan akan bertanggung jawab apabila terjadi fraud atau mismanagement sebagaimana ketentuan bagi resiko (Risk Sharing) secara syariah. Tidak ada lembaga atau otoritas negara yang bertanggung jawab atas risiko pendanaan atau gagal bayar ini atau mengkompensasi pihak manapun atas kerugian, kerusakan, biaya atau konsekuensi yang timbul dari sehubungan dengan hal tersebut.
3. Penyelenggara dengan persetujuan dari masing-masing pengguna (pemberi pendanaan dan/atau penerima pendanaan) mengakses, memperoleh, menyimpan, mengelola dan/atau menggunakan data pribadi pengguna (“Pemanfaatan Data”) pada atau di dalam benda, perangkat elektronik (termasuk smartphone atau telepon seluler), perangkat keras (hardware) maupun lunak (software), dokumen elektronik, aplikasi atau sistem elektronik milik Pengguna atau yang dikuasai Pengguna, dengan memberitahukan tujuan, batasan dan mekanisme Pemanfaatan Data tersebut kepada Pengguna yang bersangkutan sebelum memperoleh persetujuan yang dimaksud.
4. Pemberi pendanaan yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman terhadap layanan pendanaan ini, disarankan agar tidak menggunakan layanan pendanaan ini.
5. Penerima pendanaan wajib mempertimbangkan tingkat bagi hasil / margin / ujroh serta biaya – biaya lainnya sesuai dengan kemampuan dalam melunasi pendanaan.
6. Setiap kecurangan yang terjadi akan tercatat secara elektronik di dunia maya dan dapat diketahui oleh masyarakat luas melalui media sosial.
7. Pengguna harus membaca dan memahami informasi ini sebelum membuat keputusan menjadi pemberi pendanaan atau penerima pendanaan.
8. Pemerintah yaitu dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tidak bertanggung jawab atas setiap pelanggaran atau ketidakpatuhan oleh pengguna, baik pemberi modal maupun penerima modal (baik karena kesengajaan atau kelalaian Pengguna) terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan maupun kesepakatan atau perikatan antara penyelenggara dengan pemberi modal dan/ atau penerima modal.
9. Setiap transaksi dan kegiatan pemberian modal, pendanaan, pinjam meminjam atau pelaksanaan kesepakatan mengenai pendanaan antara atau yang melibatkan Penyelenggara, Pemberi Modal, Mitra Lapangan dan/atau Penerima Modal wajib dilakukan melalui escrow account dan virtual account sebagaimana yang diwajibkan berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/ POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi.