ETHIS Artikel
4 Tahapan Larangan Praktik Riba dalam Al-Qur'an
Diterbitkan pada 15 Feb 2024
Admin Relations
Riba, atau bunga, dianggap sebagai sesuatu yang merugikan masyarakat dan individual. Islam mencakup banyak aspek kehidupan sehari hari termasuk aspek keuangan atau finansial.
Salah satu yang mendalam dalam ajaran Al-Qur'an adalah hukum larangan praktik riba. Riba termasuk perbuatan dosa yang dihukum Allah SWT.
Asal-usul kata "Riba" berasal dari bahasa Arab, secara etimologis, kata tersebut memiliki makna tambahan (azziyadah), pertumbuhan (an-numuw), pertambahan (al-'uluw), dan peningkatan (al-irtifa').
Ayat tentang Riba disebutkan sebanyak tujuh kali, yakni pada surah al-Baqarah ayat 275, 276, 278, dan 279, surah ar-Rum ayat 39, surah an-Nisa ayat 61, dan surah ali Imran ayat 130.
Dalam Al-Qur'an, larangan riba diuraikan dalam beberapa tahapan yang memberikan panduan bagi umat Islam untuk menjalani kehidupan finansial yang sesuai dengan prinsip Syariah.
Pada tahap ini, Allah SWT memberikan gambaran unsur negatif dari perbuatan Riba. Meski perbuatan Riba dalam transaksi memberikan nilai tambah, namun sejatinya tidak memiliki tambahan pada harta maupun keberkahan harta tersebut di pandangan Allah SWT.
Berbeda halnya dengan Zakat, meski nilainya berkurang namun tambahan harta yang dikeluarkan tersebut lah yang menyebabkan keberkahan (pahala) dan pendekatan kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman:
وَمَآ اٰتَيْتُمْ مِّنْ رِّبًا لِّيَرْبُوَا۠ فِيْٓ اَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُوْا عِنْدَ اللّٰهِۚ وَمَآ اٰتَيْتُمْ مِّنْ زَكٰوةٍ تُرِيْدُوْنَ وَجْهَ اللّٰهِ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُضْعِفُوْنَ
Artinya: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”. (Q.S.ar- Rum ayat 39)
Pada tahap ini Allah SWT menyatakan lebih tegas dalam penolakan terhadap riba, yang digambarkan melalui cerita tentang orang Yahudi. Meskipun tidak secara langsung menyatakan larangan bagi umat Islam, namun ini menjadi perhatian dan kesiapan untuk menerima larangan riba dan tidak mengulangi perbuatan orang-orang terdahulu.
Hal ini menekankan bahwa riba telah ada sejak zaman Jahiliyyah dan berkembang hingga saat ini, yang akibatnya akan dirasakan pada di Akhirat kelak. Allah SWT Berfiman:
بِظُلْمٍ مِّنَ الَّذِيْنَ هَادُوْا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبٰتٍ اُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَثِيْرًاۙ ١ وَّاَخْذِهِمُ الرِّبٰوا وَقَدْ نُهُوْا عَنْهُ وَاَكْلِهِمْ اَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِۗ وَاَعْتَدْنَا لِلْكٰفِرِيْنَ مِنْهُمْ عَذَابًا اَلِيْمًا ١
Artinya: “Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan Karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah” {160} “Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal Sesungguhnya mereka Telah dilarang daripadanya, dan Karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. kami Telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih”. (Q.S. an-Nisa ayat 160- 161)
Tambahan berbentuk riba mengandung ketercelaan dan kezaliman sehingga dapat menyebabkan utang semakin menumpuk dan akhirnya memberatkan satu pihak dan hanya menguntungkan pihak lainnya.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوا الرِّبٰوٓا اَضْعَافًا مُّضٰعَفَةًۖ وَّاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَۚ ١٣٠
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (Q.S Al-‘Imran: 130)
Allah SWT memberikan petunjuk tentang kepastian hukum riba yang tergolong haram. Bahkan Allah dan Rasul-Nya menyatakan perang terhadap pelaku riba bagaimanapun bentuknya dan besar kecilnya.
Hal ini karena ditakutkan akan menimbukan kedzaliman yakni tambahan yang diambil atas utang piutang merupakan tindakan penindasan bagi kaum lemah.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبٰوٓا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ O فَاِنْ لَّمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖۚ وَاِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوْسُ اَمْوَالِكُمْۚ لَا تَظْلِمُوْنَ وَلَا تُظْلَمُوْنَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang mukmin”. O “Jika kamu tidak melaksanakannya, ketahuilah akan terjadi perang (dahsyat) dari Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi, jika kamu bertobat, kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan)”. (Q.S Al-Baqarah: 278-279)
Baca Juga: Investasi Syariah: Solusi Finansial Bebas Riba
Dalam ajaran Islam, riba atau bunga dianggap sebagai sesuatu yang merugikan masyarakat dan individu. Al-Qur'an memberikan penjelasan yang mendalam tentang larangan praktik riba dan menggambarkan kezaliman serta dampak buruk yang dapat ditimbulkannya, baik secara individual maupun sosial.
Melalui beberapa tahapan dalam Al-Qur'an, Allah SWT dengan tegas mengharamkan riba dan menegaskan bahwa perbuatan tersebut akan mendapat kecaman-Nya. Dalam konteks ini, umat Islam diajak untuk menjalani kehidupan finansial yang sesuai dengan prinsip Syariah, menjauhi riba, dan mengikuti petunjuk-petunjuk Allah SWT yang menjamin keberkahan dan keadilan dalam transaksi keuangan.
Dengan memahami dan menghayati ajaran Al-Qur'an tentang larangan riba, umat Islam diharapkan dapat membentuk pola pikir dan perilaku keuangan yang sejalan dengan nilai-nilai Syariah, menciptakan kesejahteraan dan keadilan dalam masyarakat serta mendapatkan ridha Allah SWT.
PT. ETHIS FINTEK INDONESIA
Rukan Puri Mansion blok B no. 7 Jalan Outer Ring West Kembangan, RT.2/RW.1, Kembangan Sel., Kec. Kembangan, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11610
Dukungan Pelanggan: support@ethis.co.id
Waktu Pelayanan: 09.00 - 18.00 WIB
Perhatian:
1. Layanan Pendanaan Syariah Berbasis Teknologi Informasi (P2P Financing) merupakan kesepakatan perdata antara pemberi pendanaan dengan penerima pendanaan, sehingga segala resiko akan ditanggung oleh masing-masing pihak.
2. Risiko gagal bayar akan ditanggung oleh pemberi pendanaan, diluar fraud atau mismanagement. Penerima pendanaan akan bertanggung jawab apabila terjadi fraud atau mismanagement sebagaimana ketentuan bagi resiko (Risk Sharing) secara syariah. Tidak ada lembaga atau otoritas negara yang bertanggung jawab atas risiko pendanaan atau gagal bayar ini atau mengkompensasi pihak manapun atas kerugian, kerusakan, biaya atau konsekuensi yang timbul dari sehubungan dengan hal tersebut.
3. Penyelenggara dengan persetujuan dari masing-masing pengguna (pemberi pendanaan dan/atau penerima pendanaan) mengakses, memperoleh, menyimpan, mengelola dan/atau menggunakan data pribadi pengguna (“Pemanfaatan Data”) pada atau di dalam benda, perangkat elektronik (termasuk smartphone atau telepon seluler), perangkat keras (hardware) maupun lunak (software), dokumen elektronik, aplikasi atau sistem elektronik milik Pengguna atau yang dikuasai Pengguna, dengan memberitahukan tujuan, batasan dan mekanisme Pemanfaatan Data tersebut kepada Pengguna yang bersangkutan sebelum memperoleh persetujuan yang dimaksud.
4. Pemberi pendanaan yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman terhadap layanan pendanaan ini, disarankan agar tidak menggunakan layanan pendanaan ini.
5. Penerima pendanaan wajib mempertimbangkan tingkat bagi hasil / margin / ujroh serta biaya – biaya lainnya sesuai dengan kemampuan dalam melunasi pendanaan.
6. Setiap kecurangan yang terjadi akan tercatat secara elektronik di dunia maya dan dapat diketahui oleh masyarakat luas melalui media sosial.
7. Pengguna harus membaca dan memahami informasi ini sebelum membuat keputusan menjadi pemberi pendanaan atau penerima pendanaan.
8. Pemerintah yaitu dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tidak bertanggung jawab atas setiap pelanggaran atau ketidakpatuhan oleh pengguna, baik pemberi modal maupun penerima modal (baik karena kesengajaan atau kelalaian Pengguna) terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan maupun kesepakatan atau perikatan antara penyelenggara dengan pemberi modal dan/ atau penerima modal.
9. Setiap transaksi dan kegiatan pemberian modal, pendanaan, pinjam meminjam atau pelaksanaan kesepakatan mengenai pendanaan antara atau yang melibatkan Penyelenggara, Pemberi Modal, Mitra Lapangan dan/atau Penerima Modal wajib dilakukan melalui escrow account dan virtual account sebagaimana yang diwajibkan berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/ POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi.