ETHIS Fintek Indonesia
Indonesia

ID

ETHIS Fintek Indonesia
Jadi Pemodal
Jadi Penerima Modal

Tentang Kami

Profil
Karir
Cara Kerja
Akad-Akad & Biaya-Biaya

Informasi

Blog
Agenda
FAQ
Manajemen Risiko

ETHIS Artikel

6 Aturan Mengelola Keuangan Keluarga Sesuai Syariah

Gaya Hidup

Diterbitkan pada 1 Sep 2022

Admin Relations

6 Aturan Mengelola Keuangan Keluarga Sesuai Syariah

6 Aturan Mengelola Keuangan Keluarga Sesuai Syariah
Setiap keluarga memiliki kebutuhannya masing-masing. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, mereka perlu berbelanja dan mengelola harta yang mereka miliki, sehingga semua kebutuhan anggota keluarga bisa terpenuhi dengan baik.
Di sisi lain, syariat Islam adalah syariat yang sempurna. Agama Islam sudah mengatur segala aspek kehidupan manusia secara detail, termasuk mengenai keuangan keluarga.
Islam sudah membuat beberapa aturan yang jelas, tentang bagaimana seharusnya sebuah keluarga muslim mengatur kegiatan ekonomi mereka. Dengan mengikuti aturan-aturan tersebut, insyaAllah mereka akan hidup bahagia dunia akhirat.
Kali ini kita akan mengupas beberapa aturan dalam islam, yang menggambarkan tentang bagaimana keluarga muslim seharusnya mengatur keuangan dan anggaran belanja mereka.

 

1. Suami Bertanggung Jawab Penuh Atas Kebutuhan Keluarga

Sebagai seorang kepala keluarga, seorang suami/bapak harus berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya. Baik itu kebutuhan yang sifatnya materi maupun non materi.

Dalam Islam, mencari nafkah adalah salah satu kewajiban para suami. Allah ta’ala berfirman yang artinya “Hendaklah orang yang mampu (para suami) memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya.” (Ath-Thalaq:7)

Rasulullah ﷺ juga menjelaskan bahwa mencari nafkah untuk keluarga juga bisa bernilai sedekah yang pahalanya sangat besar. Beliau ﷺ bersabda:  “barang siapa yang menafkahkan hartanya untuk istri, anak dan penghuni rumah tangganya, maka ia telah bersedekah.” (HR. Thabrani).

 

2. Istri Boleh Membantu Keuangan Keluarga

Memenuhi kebutuhan anggota keluarga memang kewajiban suami, akan tetapi bukan berarti istri tidak boleh ikut andil dalam membantu keuangan keluarga.
Istri bisa membantu suami dengan cara mengatur anggaran belanja secara hemat. Seorang istri juga disunnahkan untuk membantu pekerjaan suaminya seperti berdagang, menyiapkan berkas, atau bantuan-bantuan lainnya.
Syariat Islam juga tidak melarang seorang istri untuk bekerja. Apalagi di zaman seperti ini, seorang istri bisa bekerja dari rumah, serta mendapatkan uang dari pekerjaannya tersebut.
 

3. Memiliki Skala Prioritas

Agama Islam juga sudah mengatur bagaimana seharusnya seorang muslim membelanjakan hartanya. Salah satunya adalah dengan memiliki skala prioritas, serta mendahulukan membeli kebutuhan pokok dibanding kebutuhan lain yang sifatnya tidak terlalu penting.
Para ulama sudah membagi kebutuhan masyarakat menjadi tiga tingkatan, yaitu:
- Kebutuhan Primer (Dharuriyat): Yang dimaksud dengan kebutuhan primer disini adalah berbagai kebutuhan pokok yang dapat merealisasikan lima tujuan syariat (Dharuriyat Al-Khams), yaitu: menjaga agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan. Beberapa kebutuhan yang termasuk Dharuriyat seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, dan kebutuhan pokok lainnya.
- Kebutuhan Sekunder (Hajiyat): Jika semua kebutuhan primer sudah terpenuhi, barulah kita bisa memenuhi kebutuhan sekunder. Kebutuhan sekunder bersifat mendukung kebutuhan primer, dan memudahkan hidup kita dalam memenuhi lima tujuan syariat yang sudah kita sebut tadi.
- Kebutuhan Tersier (Tahsiniyyat): adalah kebutuhan-kebutuhan pelengkap yang bersifat mewah, dengan tujuan mensejahterakan kehidupan sebuah keluarga. Jika dua jenis kebutuhan sebelumnya sudah terpenuhi, silahkan membelanjakan harta untuk hal ini.

 

Baca Juga: Menghabiskan Uang Secara Syariah Dengan Prinsip 10 20 30 40

 

4. Bersikap Qana’ah (Merasa Cukup) Dan Tidak Berlebihan Dalam Berbelanja

Dengan bersikap Qana’ah, kita akan lebih banyak bersyukur dan tidak tertarik untuk membelanjakan keuangan keluarga hanya untuk hal-hal yang sebetulnya tidak perlu.
Islam juga mengajarkan umatnya untuk bersikap pertengahan dalam segala hal, termasuk dalam manajemen pembelanjaan, yaitu dengan tidak berlebihan dan tidak pula terlalu pelit. Allah ta’ala berfirman yang artinya:

“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furqon :67)

Pada dasarnya, berbelanja harus sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan. Akan tetapi tidak baik juga jika kita terlalu pelit sampai menimbun harta, yang malah membuat harta tersebut tidak bermanfaat.

 

5. Wajib Membantu Keuangan Orang Tua Yang Membutuhkan

Jika kita memiliki orang tua yang membutuhkan bantuan, maka kita harus siap untuk senantiasa membantu mereka, sampai mereka bisa hidup sejahtera. Terlebih lagi jika mereka sudah lanjut usia dan tidak bisa bekerja.
Hal ini merupakan salah satu bentuk berbakti kepada orang tua, yang mana pahalanya sangatlah besar. 
Sebaliknya, jika ada seorang anak yang tidak mau menafkahi orang tuanya padahal ia mampu, maka itu termasuk sikap durhaka yang di cela oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

 

6. Menyeimbangkan Antara Pendapatan Dan Pengeluaran

Abu Bakar Radhiyallahu anhu pernah berkata: “Aku membenci rumah tangga yang membelanjakan atau menghabiskan bekal untuk beberapa hari dalam satu hari saja.”

Perkataan beliau menunjukkan bahwa sikap boros adalah hal yang tercela. Dan hal itu bisa terjadi jika kita tidak pandai menyeimbangkan pendapatan dan pengeluaran kita.
Dalam islam, kita disyariatkan untuk berbelanja sesuai kemampuan, kebutuhan, dan manfaat. Dengan begitu, keuangan keluarga akan terjamin dan kita bisa menikmati hidup sebagaimana mestinya.

Penulis: Ghifary

PT. ETHIS FINTEK INDONESIA

Rukan Puri Mansion blok B no. 7 Jalan Outer Ring West Kembangan, RT.2/RW.1, Kembangan Sel., Kec. Kembangan, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11610

Dukungan Pelanggan: support@ethis.co.id

Waktu Pelayanan: 09.00 - 18.00 WIB

Ikuti kami di:

Telah Berizin & Diawasi Oleh

ETHIS Fintek Indonesia
ETHIS Fintek Indonesia

Bagian Dari:

ETHIS Fintek Indonesia
ETHIS Fintek Indonesia
ETHIS Fintek Indonesia

Tersertifikasi:

ETHIS Fintek Indonesia
ETHIS Fintek Indonesia

Dilindungi Oleh:

ETHIS Fintek Indonesia

Perhatian:

1. Layanan Pendanaan Syariah Berbasis Teknologi Informasi (P2P Financing) merupakan kesepakatan perdata antara pemberi pendanaan dengan penerima pendanaan, sehingga segala resiko akan ditanggung oleh masing-masing pihak.

2. Risiko gagal bayar akan ditanggung oleh pemberi pendanaan, diluar fraud atau mismanagement. Penerima pendanaan akan bertanggung jawab apabila terjadi fraud atau mismanagement sebagaimana ketentuan bagi resiko (Risk Sharing) secara syariah. Tidak ada lembaga atau otoritas negara yang bertanggung jawab atas risiko pendanaan atau gagal bayar ini atau mengkompensasi pihak manapun atas kerugian, kerusakan, biaya atau konsekuensi yang timbul dari sehubungan dengan hal tersebut.

3. Penyelenggara dengan persetujuan dari masing-masing pengguna (pemberi pendanaan dan/atau penerima pendanaan) mengakses, memperoleh, menyimpan, mengelola dan/atau menggunakan data pribadi pengguna (“Pemanfaatan Data”) pada atau di dalam benda, perangkat elektronik (termasuk smartphone atau telepon seluler), perangkat keras (hardware) maupun lunak (software), dokumen elektronik, aplikasi atau sistem elektronik milik Pengguna atau yang dikuasai Pengguna, dengan memberitahukan tujuan, batasan dan mekanisme Pemanfaatan Data tersebut kepada Pengguna yang bersangkutan sebelum memperoleh persetujuan yang dimaksud.

4. Pemberi pendanaan yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman terhadap layanan pendanaan ini, disarankan agar tidak menggunakan layanan pendanaan ini.

5. Penerima pendanaan wajib mempertimbangkan tingkat bagi hasil / margin / ujroh serta biaya – biaya lainnya sesuai dengan kemampuan dalam melunasi pendanaan.

6. Setiap kecurangan yang terjadi akan tercatat secara elektronik di dunia maya dan dapat diketahui oleh masyarakat luas melalui media sosial.

7. Pengguna harus membaca dan memahami informasi ini sebelum membuat keputusan menjadi pemberi pendanaan atau penerima pendanaan.

8. Pemerintah yaitu dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tidak bertanggung jawab atas setiap pelanggaran atau ketidakpatuhan oleh pengguna, baik pemberi modal maupun penerima modal (baik karena kesengajaan atau kelalaian Pengguna) terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan maupun kesepakatan atau perikatan antara penyelenggara dengan pemberi modal dan/ atau penerima modal.

9. Setiap transaksi dan kegiatan pemberian modal, pendanaan, pinjam meminjam atau pelaksanaan kesepakatan mengenai pendanaan antara atau yang melibatkan Penyelenggara, Pemberi Modal, Mitra Lapangan dan/atau Penerima Modal wajib dilakukan melalui escrow account dan virtual account sebagaimana yang diwajibkan berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/ POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi.

ETHIS Fintek Indonesia
ETHIS Fintek Indonesia

Copyright

©

2024

ETHIS Fintek Indonesia

PT. ETHIS Fintek Indonesia

Logo Whatsapp